Bukan Salah Rakyat Mendukung : Refleksi 80 Tahun Merdeka
Bukan Salah Rakyat Mendukung : Refleksi 80 Tahun Merdeka
Oleh: Edy Bajak
www.NaufalLawyer.com
Teriakan gegap gempita, "merdeka! merdeka! merdeka!", sangatlah menentramkan hati. Benarkah demikian? Tentu saja, untuk mereka yang sudah merasakan kemerdekaan bagi dirinya. Namun hanya sebagian kecil saja yang menghayati arti sesungguhnya, selebihnya dicambuk agar ikut-ikutan mengumandangkan walau dengan amat terpaksa bersuara yang tidak sesuai dengan kenyataan yang dirasakan.
80 tahun yang katanya sudah merdeka, di negeri yang gemah Ripah loh jinawi, dengan berbagai sumberdaya alam, belum bisa mewujudkan toto tentrem kerto raharjo yang hakiki.
Tetangga kita Brunei Darussalam, sebuah negara yang tidak besar dengan sumber alam yang tidak sebanyak milik kita, mampu mensejahterakan masyarakat dengan maksimal.
Beberapa negara bebas pajak, seperti Uni Emirat Arab, Kepulauan Cayman, Monaco, Bermuda, dan Vanuatu, memiliki kebijakan pajak yang sangat ringan dan menjadi destinasi populer bagi orang yang mencari keuntungan finansial atau tempat tinggal yang menguntungkan.
Rasanya tambah pusing kalau kita cemburu kepada negara lain. Tambah sakit hati terhadap penyelenggara negara kita sendiri. Sebab seharusnya Indonesia jauh lebih baik dari negara manapun.
Namun sangat disayangkan, penyelenggara negara yang mendapat amanat untuk mengelola tidak dapat menjalankan sebagaimana mestinya. Sepertinya ada yang lebih berkuasa diatas para penguasa kita, yang dapat mengendalikan apa yang harus mereka lakukan. Satu bukti bahwa sesungguhnya merekapun juga sebetulnya belum merasakan makna kemerdekaan.
Lembaga pengayom masyarakat nampaknya juga jauh panggang dari api. Hal ini jangan dipungkiri, karena tidak sedikit bukti-bukti nyata di depan mata kita. Ketika ada persengketaan antara beruang dan manusia, jelas terlihat dimana mereka berpihak. Kalimat pengayom masyarakat hanyalah slogan yang jauh dari realita.
Demikian juga pakar hukum yang suka bermain-main pasal, tak bisa dipungkiri jika mereka dapat mengendalikan akhir sebuah keputusan siapa yang harus dimenangkan dalam suatu perkara, bukan karena benar dan salahnya tetapi karena hal yang mustahil untuk dilakukan oleh yang mulia yang seharusnya bijaksana.
Kita punya wakil yang diharapkan mampu mendengar jeritan rakyat yang tertindas, mampu melihat kezaliman yang menyengsarakan masyarakat, agar dapat memperbaiki kondisi buruk yang dialami mayoritas warga negara. Tetapi sangat disesalkan, bukannya membantu memecahkan persoalan yang menimpa rakyat, terkadang malah menimbulkan kegaduhan baru. Bukan salah rakyat mendukung, tetapi seharusnya mereka lebih tahu diri. Jangan merasa suara rakyat menjelang pemilu sudah dibeli secara tunai, sehingga lupa dan tidak mau tahu makna sebenarnya sebagai anggota legislatif.
Apakah semua penyelenggara negara kita itu bobrok semua? Ya tentu saja tidak, hanya saja nila sebelanga seakan melenyapkan susu setitik. Artinya karena sedikitnya yang baik, jelas kalah dan tenggelam oleh keserakahan yang mayoritas.
Bangsa kita rindu sosok seperti bapak Hoegeng Iman Santoso, seorang Jenderal polisi yang berintegritas, dan juga dikenal sebagai salah satu penggiat anti korupsi. Beliau lebih memilih hidup melarat ketimbang menerima suap atau korupsi.
Kita juga kangen dengan orang seperti bapak Mar'ie Muhammad, seorang birokrat dan ekonom yang pernah menjabat sebagai Menteri Keuangan. Yang dikenal sebagai "Mr. Clean" atas dedikasinya dalam memberantas praktik gratifikasi dan korupsi yang masih sarat pada masanya di lingkungan Departemen Keuangan, sekarang bernama Kementerian Keuangan. Bahkan, beliau turut menggelari dirinya sendiri dengan sebutan "Mr. Cuek" karena minimnya interaksinya dengan para jurnalis yang mewarta dirinya. Jauh dari kata pencitraan seperti yang dilakukan orang-orang "jaman now", yang mana sedikit kerja banyak gaya.
Dan masih banyak tokoh-tokoh baik dari dalam maupun luar negeri yang bisa dijadikan sebagai panutan, tauladan untuk mengelola sebuah negara, yang bisa segera mewujudkan impian anak bangsa yaitu kesejahteraan untuk semua, keadilan untuk semua serta ketentraman dan kedamaian bagi kita bersama.
Bung Karno pernah mengatakan, "Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri". Ucapan ini merujuk pada tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia setelah kemerdekaan, yaitu membangun negara dan mengatasi berbagai masalah internal.
80 tahun yang katanya sudah merdeka, kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan belum merasakan merdeka sepenuhnya. Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dari orang-orang zalim, culas dan serakah, segera diselenggarakan dengan cara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.
Banyuwangi, 17 Agustus 2025. | www.NaufalLawyer.com
Komentar
Posting Komentar